Mento-Toelakan

Sejarah Perusahaan Serat Nanas (Agave) di Mento Toelakan, Kabupaten Wonogiri

Koleksi Foto Masa Lalu (“Source image : universiteitleiden.nl”)

Awal Mula: Konteks Sejarah dan Tanaman Agave di Jawa

Baca Konten Pameran Lainnya :

Pada masa kolonial Belanda, sekitar akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, pemerintah Hindia Belanda mulai mengembangkan berbagai komoditas perkebunan di Jawa. Komoditas yang dianggap potensial tidak hanya kopi, tebu, atau tembakau, tetapi juga tanaman serat seperti agave sisalana—yang oleh masyarakat setempat kerap disebut sebagai serat nanas. Tanaman ini sebenarnya bukan asli Indonesia, melainkan berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah. Namun, iklim tropis kering di beberapa wilayah Jawa bagian selatan dianggap cocok untuk pertumbuhannya.

Serat agave memiliki nilai ekonomi tinggi karena digunakan untuk membuat tali, karung goni, bahan kerajinan, hingga peralatan militer. Pada masa kolonial, permintaan global terhadap serat alami meningkat, terutama karena kebutuhan industri perkapalan, perkebunan, dan perdagangan internasional. Kondisi inilah yang mendorong pihak kolonial Belanda membuka lahan-lahan perkebunan agave di Jawa, termasuk di daerah Wonogiri.

Pemilihan Lokasi di Mento Toelakan

Mento Toelakan—sebuah wilayah di Kabupaten Wonogiri—dipilih sebagai salah satu pusat perkebunan dan pengolahan serat agave. Alasan pemilihan lokasi ini antara lain:

  1. Kondisi Geografis: Wonogiri bagian selatan memiliki tanah berbatu dan kering, yang kurang cocok untuk padi, tetapi sangat sesuai untuk pertumbuhan agave.
  2. Tenaga Kerja Melimpah: Masyarakat lokal yang mayoritas petani bisa diarahkan untuk bekerja di perkebunan atau pabrik pengolahan.
  3. Akses Transportasi: Meski terpencil, wilayah Wonogiri masih terhubung dengan jalur logistik menuju Surakarta (Solo) dan selanjutnya ke pelabuhan Semarang, sehingga memudahkan ekspor.

Dengan pertimbangan tersebut, sekitar awal abad ke-20 dibangunlah perkebunan agave dan pabrik pengolahannya di Mento Toelakan.

Berdirinya Perusahaan Belanda di Mento Toelakan

Perusahaan Belanda yang mendirikan perkebunan ini berbentuk onderneming (perkebunan swasta kolonial). Arsip-arsip kolonial Belanda mencatat bahwa pada dekade 1920-an hingga 1930-an, perusahaan ini sudah beroperasi secara intensif. Perusahaan ini mengelola lahan perkebunan agave dalam skala luas, serta membangun fasilitas pemrosesan serat di dekat area perkebunan.

Proses produksi serat agave melibatkan beberapa tahap:

  • Penanaman dan Perawatan: Agave ditanam berbaris di lahan kering, dengan masa panen sekitar 7–10 tahun.
  • Panen: Daun agave dipotong ketika sudah cukup tua dan panjang.
  • Ekstraksi Serat: Daun diproses melalui mesin decorticator untuk memisahkan serat dari daging daun.
  • Pencucian dan Pengeringan: Serat dicuci di sungai atau kolam, lalu dijemur di bawah matahari.
  • Pengemasan: Setelah kering, serat diikat menjadi bal-balan besar untuk dikirim ke pelabuhan ekspor.

Dengan sistem ini, perusahaan Belanda di Mento Toelakan berhasil memproduksi serat agave dalam jumlah besar untuk memenuhi permintaan pasar internasional.

Dampak Sosial-Ekonomi bagi Masyarakat Lokal

Kehadiran perusahaan agave di Mento Toelakan membawa dampak signifikan bagi masyarakat Wonogiri. Dampak tersebut bisa dilihat dari beberapa sisi:

  1. Lapangan Pekerjaan
    Banyak penduduk desa sekitar yang menjadi buruh perkebunan maupun pabrik. Mereka terlibat dalam penanaman, pemotongan daun, pengolahan serat, hingga pengangkutan hasil produksi.
  2. Perubahan Pola Hidup
    Kehadiran perusahaan kolonial mengubah pola hidup masyarakat agraris. Sebelumnya, mereka hanya mengandalkan pertanian subsisten (padi, jagung, ketela), tetapi kemudian memperoleh penghasilan tambahan dari upah buruh.
  3. Eksploitasi dan Ketidakadilan
    Meski memberi pekerjaan, sistem kolonial tetap menempatkan buruh pribumi pada posisi terendah. Upah mereka rendah, jam kerja panjang, dan hampir tidak ada jaminan sosial. Hasil keuntungan besar lebih banyak dinikmati oleh pemilik modal Belanda.
  4. Transformasi Ruang
    Lahan-lahan yang semula digunakan masyarakat untuk pertanian tradisional berubah menjadi area perkebunan agave. Hal ini menimbulkan pergeseran dalam tata ruang dan struktur ekonomi lokal.

Masa Kejayaan dan Ekspor Internasional

Pada masa kejayaannya, terutama antara tahun 1920-an hingga 1930-an, perusahaan agave di Mento Toelakan mampu menghasilkan serat dalam jumlah besar. Serat ini diekspor melalui jaringan perdagangan kolonial ke Eropa dan Asia. Produk utama adalah tali tambang, karung goni, dan bahan baku industri lainnya.

Permintaan semakin meningkat karena serat agave dianggap kuat, tahan lama, dan lebih murah dibandingkan serat alami lain. Bahkan, pada masa Perang Dunia II, kebutuhan serat alam melonjak karena digunakan untuk perlengkapan militer, tali kapal, hingga peralatan logistik.

Masa Kemunduran

Namun, kejayaan perusahaan Belanda ini tidak bertahan lama. Ada beberapa faktor penyebab kemundurannya:

  1. Perang Dunia II dan Pendudukan Jepang (1942–1945)
    Saat Jepang menduduki Indonesia, banyak perusahaan perkebunan Belanda ditutup atau diambil alih. Perkebunan agave di Wonogiri tidak luput dari dampak ini. Mesin-mesin pabrik rusak atau dibongkar, sementara buruh tidak lagi bekerja secara teratur.
  2. Revolusi Kemerdekaan (1945–1949)
    Setelah Indonesia merdeka, perusahaan Belanda mengalami kesulitan untuk kembali beroperasi. Banyak aset mereka diambil alih oleh pemerintah Indonesia atau dibiarkan terbengkalai.
  3. Munculnya Serat Sintetis
    Pada dekade 1950-an–1960-an, industri global mulai beralih ke serat sintetis (seperti nilon dan polyester) yang lebih murah dan tahan lama. Hal ini membuat permintaan terhadap serat agave menurun drastis.
  4. Kondisi Lokal Wonogiri
    Tanah yang kurang subur dan kebutuhan masyarakat untuk kembali menggunakan lahan bagi pertanian pangan menyebabkan banyak perkebunan agave tidak lagi dipelihara. Seiring waktu, lahan-lahan ini kembali ditanami palawija atau bahkan dibiarkan menjadi semak belukar.

Jejak yang Tersisa

Meski perusahaan Belanda itu akhirnya bubar dan menghilang, jejak keberadaannya masih bisa dilacak dalam memori kolektif masyarakat Wonogiri, khususnya di sekitar Mento Toelakan. Beberapa peninggalan yang tercatat antara lain:

  • Bekas lahan perkebunan yang kini sudah berubah fungsi.
  • Ingatan masyarakat tua tentang masa mereka atau orang tua mereka bekerja sebagai buruh agave.
  • Arsip-arsip Belanda yang tersimpan di lembaga kearsipan luar negeri, misalnya di Universitas Leiden, yang mendokumentasikan foto dan catatan perusahaan ini.

Jejak inilah yang kini menjadi bagian dari potensi memori kolektif bangsa. Meskipun perusahaan kolonial itu merupakan simbol eksploitasi, tetapi ia juga menjadi bukti sejarah perjalanan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Wonogiri.

Penutup: Memori Kolektif dari Mento Toelakan

Sejarah perusahaan serat nanas (agave) di Mento Toelakan, Kabupaten Wonogiri, adalah cermin dari dinamika kolonialisme di Indonesia. Dari awal masuknya tanaman agave yang dianggap cocok untuk tanah kering, berdirinya perkebunan dan pabrik Belanda, masa kejayaan ekspor internasional, hingga akhirnya runtuh akibat perang, revolusi, dan perubahan pasar global—semuanya menunjukkan betapa kuatnya hubungan antara ekonomi kolonial dan kehidupan lokal.

Bagi masyarakat Wonogiri, kisah ini bukan sekadar catatan masa lalu. Ia adalah memori kolektif yang menyimpan pelajaran berharga: bagaimana suatu komoditas global bisa mengubah wajah desa, bagaimana kolonialisme bekerja melalui perkebunan, serta bagaimana masyarakat setempat beradaptasi menghadapi perubahan zaman.

Hari ini, meski perusahaan itu telah lama hilang, kisahnya tetap hidup dalam arsip, cerita lisan, dan jejak budaya. Mento Toelakan pun kini bisa dilihat bukan hanya sebagai desa biasa, tetapi sebagai saksi bisu perjalanan sejarah kolonialisme dan ekonomi global di Indonesia.


Video Cerita Mento Toelakan

Source video : https://www.youtube.com/@SoloposTV

7 komentar tentang “Mento-Toelakan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Buka Pameran Lainnya
Bedhol Desa

Bedhol Desa