Asal – usul Labuhan Ageng Pantai Sembukan
Tradisi lisan, cerita dongeng, maupun petuah sesepuh merupakan bentuk arsip non-dokumen yang harus dijaga. Dengan mengenali budaya, masyarakat Wonogiri sekaligus belajar memahami arti penting arsip sebagai warisan. Salah satu bentuk atau peran budaya dan kearifan lokal di Kabupaten Wonogiri dalam mendukung khasanah arsip di Wonogiri antara lain budaya “Labuhan Ageng Pantai Sembukan”. Berikut informasinya.
Labuhan Ageng Pantai Sembukan adalah tradisi tolak bala dan sedekah laut yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Paranggupito, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Kegiatan ini biasanya digelar pada malam 1 Sura menurut penanggalan Jawa untuk memohon keselamatan serta keberkahan produksi pertanian dan hasil laut bagi komunitas lokal serta wilayah Keraton Surakarta Hadiningrat. (Wikipedia).
Upacara ini berlokasi di Sembukan, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri. Upacara ritual pelabuhan sangat besar di bagian Sembukan ini dilakukan untuk memberikan persembahan kepada Penguasa Gaib seluruh warga Wonogiri. Upacara ini juga sering digunakan jika masyarakat memiliki satu permintaan, seperti jika daerah ini baru-baru ini mengalami kekurangan air. Di jaman sekarang masih banyak masyarakat yang mempercayai bahwa Pantai Sembukan masih adalah sakral. Pihak-pihak yang mempercayai tersebut bukan hanya masyarakat biasa tapi juga para pejabat. Menurut keterangan pemangku adat setempat, para pejabat yang sering semedi di Pantai Sembukan adalah para pejabat yang mempunyai keinginan tertentu. Upacara Labuhan Ageng diadakan setiap malam Sura. Yang mengadakan upacara adalah Desa Paranggupito. Upacara ini didukung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri.
Sejarah Labuhan Ageng
Tradisi Upacara Labuhan Ageng telah berlangsung secara turun-temurun dari zaman Mangkunegaran IV yaitu sekitar tahun 1848-an dan sampai sekarang masih tetap dilestarikan sebagai sebuah kebudayaan. Tradisi Upacara Labuhan Ageng merupakan salah satu tradisi sejenis sedekah bumi atau laut yang dilakukan oleh masyarakat di Pantai Sembukan, Desa Paranggupito, Kecamatan Paranggupito untuk memperingati Tedhakan atau pertemuan penguasa laut selatan dengan raja tanah Jawa. Upacara Ritual Larung Ageng di Pantai Sembukan Wonogiri erat kaitannya dengan sejarah perjuangan Raden Mas Said saat melakukan perang gerilya di wilayah Desa Sawit Kecamatan Paranggupito. Seperti namanya tradisi ini merupakan ritual melabuhkan atau menghanyutkan sesaji di tepi laut pantai Sembukan. Tradisi Upacara Labuhan Ageng dilaksanakan secara turun-temurun pada bulan Suro.
Cerita Mula dari Perjuangan Raden Mas Said
Pelaksanaan Upacara Larung Ageng erat kaitannya dengan perjuangan Raden Mas (RM) Said saat bergerilya di Desa Sawit, Kecamatan Paranggupito. Perang gerilya tersebut terjadi sekitar dua bulan sebelum bulan Besar 1848 hingga bulan Sura 1848. Selama dua bulan itu kompeni secara tidak langsung telah meguasai wilayah kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
Pihak kompeni, Kasultanan, dan Kasunanan mengadakan perjanjian yang kalau dipikir sangat menguntungkan pihak kompeni. R.M. Said merasa dirugikan karena kompeni dirasa telah mencampuri urusan pemerintah Kasultanan dan Kasunanan. R.M Said kemudian berusaha menentang keadaan tersebut dengan melakukan perang gerilya di wilayah sekitar Surakarta termasuk wilayah Wonogiri. Perang gerilya yang dilakukan R.M. Said sampai di daerah Sawit yang berada di pinggir laut selatan.
R.M. Said lalu bermukim di daerah pinggir pantai yang sekarang disebut dengan Desa Sawit. R.M. Said beristirahat di sana selama beberapa hari. Pada suatu malam, R.M. Said pergi ke pinggir Pantai Laut Selatan dengan bersemedi. R.M. Said bersemedi di pesangrahan atas bukit yang kini bernama Gunung Bendera. Dinamakan Gunung Bendera karena waktu itu diberi tanda bendera Merah-Putih saat perjuangan melawan penjajah Belanda.
Akhirnya tepat pada tiga hari tiga malam, pukul 01.30 malam Jumat pon pada bulan Sura 1848 keinginan R.M. Said terkabul. Kemudian, R.M. Said kembali lagi ke Surakarta mendirikan Pura Mangkunegaran dan mendirikan Kadipaten Mangkunegaran. R.M. Said mendapatkan gelar P.A. Mangkunegaran I. Sebagai rasa syukur R.M. Said atas keberhasilannya melawan penjajah Belanda, Pangeran Sambernyawa melarungkan sesaji ke laut selatan.
Tahapan Dalam Acara Larung/Labuhan Ageng
Upacara Labuhan Ageng dilakukan secara bertahap sebagaimana yang telah diatur oleh panitia sebagai berikut : (1) pambuka atau pembukaan; (2) pambagyaharja atau ucapan sambutan selamat datang ; (3) kirab; (4) pasrah dan menerima sesaji dari Bapak Camat kepada Bapak Lurah Adat; (5) ikrar; (6) Doa; (7) labuhan; (8) panglipur atau hiburan. Upacara Labuhan Ageng ini dimulai dari dari Pendopo Pantai Sembukan sebagai tempat untuk serah terima sesajen menuju ke pinggir Pantai Sembukan. Rombongan pembawa gunungan sesajen tadi berhenti di pinggir Pantai Sembukan, kemudian gunungan sesajen yang dibawa tadi akan diperebutkan oleh warga yang menyaksikan upacara tersebut. Acara selanjutnya adalah ‘nglabuh sesaji’ atau menghanyutkan sesajen ke Pantai Sembukan sebagai bentuk persembahan kepada Kanjeng Ratu Pantai Selatan Nyi Roro Kidul. Acara Upacara Labuhan Ageng Pantai Sembukan ini diakhiri dengan Pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk.
Manfaat Penyelenggaran Upacara Larung Ageng di Wonogiri
a) Manfaat Bidang Kebudayaan : Upacara Larung Ageng merupakan salah satu wujud dari pelestarian nilai-nilai budaya tradisional peninggalan nenek moyang pada jaman dahulu. Pada umumnya masyarakat Indonesia masih mempercayai tradisi-tradisi dan hal-hal yang berhubungan dengan mistis (gaib). Upacara tersebut merupakan kebudayaan daerah yang dapat memperkaya kebudayaan nasional. Sebagai masyarakat yang berbudaya sudah sepantasnya ikut serta melestarikan dan mempertahankan,karena dalam tradisi tersebut telah tercermin nilai-nilai luhur kebersamaan. Wujud nyata Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri dalam melestarikan dan memperkenalkan Upacara Larung Ageng telah masuk dalam kalender agenda taunan Pemda Wonogiri.
b) Manfaat Sosial budaya : Upacara Larung Ageng di Wonogiri tidak lepas dari peran serta masyarakat. Selain panitia yang sudah mempunyai kewajiban dan tugas-tugas tertentu dalam mempersiapkan segala sesuatunya, Peran serta masyarakat sangatlah penting,mereka secara bergotong royong membersihkan baik lokasi. Upacara Larung Ageng.Selain itu mempersiapkan perangkat-perangkat Upacara Larung Ageng. Mereka bekerja bakti secara iklas dan senang karena merasa bahwa kegiatan itu adalah milik bersama. Sehingga masyarakat merasa bertanggung jawab atas kelancaran segala sesuatu dengan tidak membedakan status sosial dan status jabatan.
c) Manfaat bidang ekonomi : Penyelenggraan Upacara Larung Ageng di Wonogiri membawa pengaruh dalam bidang ekonomi.Di mana yang mempunyai keahlian dan ketrampilan dapat dijadikan sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan.Dengan menjual berbagai macam kebutuhan rumah tangga,mainan dan yang berupa makanan dan minuman.Hasil penjualan bisa dijadikan sebagai penghasilan.
d) Manfaat bidang Pariwisata : Penyelenggaraan pariwisata di Indonesia menunjukkan peningkatan yang sangat tajam,terutama wisatawan domestik. Pembangunan industri pariwisata pada hakekatnya bertujuan meningkatkan kemakmuran dan keanekaragaman kegiatan ekonomi.
Selain itu pengembangan kepariwisataan di Wonogiri yang melalui pengangkatan event Upacara Larung Ageng yang pelaksanaanya di Pantai Sembukan Wonogiri mempunyai pengaruh yang besar bagi Pemerintah Wonogiri antara lain :